Saat pertama kali menginjakkan kaki di pinggir
Danau Maninjau, Sumatera Barat di situ saya benar-benar bersyukur telah menikah
dengan laki-laki yang selama 20-an tahun ini menjadi suami saya haha... π
Bohong, Mak hihi...
Bersyukur kok. Bahkan sejak dia bilang, "sudilah kau menjadi istriku". (pinjem ya, Mas Payung Teduhπ)
via GIPHY
Saya sama sekali tidak menyangka jika kampung leluhur suami saya itu berada di sebuah tempat yang indah. Selama ini dia tidak pernah mengajak saya ke Maninjau karena orang tuanya sudah pindah ke Lampung. Bahkan dia pun lahir di Lampung. Alasan yang kedua karena faktor ekonomi. Saat awal-awal menikah, kita masih belum punya dana cukup untuk bepergian terlalu jauh.
Jadi bagi emak-emak yang belum kesampaian piknik jauh, selow aja ye, Mak. Saya saja kesampaian pas udah 20 taon hehe...
Bersyukur kok. Bahkan sejak dia bilang, "sudilah kau menjadi istriku". (pinjem ya, Mas Payung Teduhπ)
via GIPHY
Saya sama sekali tidak menyangka jika kampung leluhur suami saya itu berada di sebuah tempat yang indah. Selama ini dia tidak pernah mengajak saya ke Maninjau karena orang tuanya sudah pindah ke Lampung. Bahkan dia pun lahir di Lampung. Alasan yang kedua karena faktor ekonomi. Saat awal-awal menikah, kita masih belum punya dana cukup untuk bepergian terlalu jauh.
Jadi bagi emak-emak yang belum kesampaian piknik jauh, selow aja ye, Mak. Saya saja kesampaian pas udah 20 taon hehe...
via GIPHY
Nah, danau Maninjau ini terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang dan 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam.
Memang sih, kita ke Maninjau saat ini pun
tidak dengan sengaja-sengaja. Yang pertama karena ada saudara dekat yang wafat
dan yang kedua karena undangan saudara yang menikah.
Jarak dari rumah pusaka kelurga suami ke
pinggir danau sangat dekat. Malah boleh dibilang terletak di belakang rumah.
Paling berjarak sekitar 50 meter. Ade saja tidak takut bangun tidur langsung
lari ke pinggir danau. Saya yang takut kalau Ade sendirian di pinggir danau π
Bagi saya yang suka menulis, kalau punya rumah
di situ kayaknya bakal banyak mendatangkan inspirasi, deh. Hingga keluarlah ucapan
seperti ini,
“Berapa sih harga tanah di sini? Boleh dong
yang pinggir sungai banget π.”
Suami malah ngakak mendengar ucapan saya itu.
“Tanah sekeliling Maninjau ini tanah adat. Gak ada lah yang dijual,” jelasnya.
Ooh... ternyata yang disebut tanah adat Orang
Minang itu bukan cuma cerita ya, ucap batin saya merasa “oon” haha... π
via GIPHY
Tapi pada intinya, saya benar-benar terpincut oleh pemandangan alam di sekitar Danau Maninjau. Danaunya indah di kelilingi oleh hamparan sawah dan ladang yang menghijau. Dijamin mata jadi fresh memandangnya.
Kata suami sih, kondisi danau sekarang tidak
seindah dulu karena banyaknya keramba ikan yang mengganggu pemandangan dan
pakannya mengotori air. Tapi waktu saya kesana, keramba ikan sedang tidak
digunakan karena sedang musim tubo. Yang ada paling butiran lumut yang mewarnai
permukaan danau. Namun itu tidak sedikit pun menghalangi Ade untuk nyebur mandi
di danau π.
Eh, apa sih tubo?
Nah, yang belum tahu tentang tanah adat, tubo
dan fakta-fakta lainnya seputar Danau Maninjau, di bawah ini saya ceritakan
beberapa fakta yang berhasil saya ketahui ya.
Fakta Tentang Danau Maninjau
Tubo di Danau Maninjau
Ada waktu-waktu tertentu ikan-ikan di Danau Maninjau mati. Orang sekitar danau bilang itu karena tubo. Tubo adalah lumpur yang naik ke permukaan
danau dan meracuni ikan. Lumpur tersebut berasal dari abu vulkanik gunung
berapi yang berada di dasar danau.
Asal Terbentuknya Danau
Danau Maninjau merupakan cekungan besar yang
terbentuk dari letusan besar gunung api Sitinjau atau disebut juga kaldera.
Karena itu pantas saja jika dasar danau bisa mengeluarkan abu vulkanik yang
menyebabkan tubo.
Danau Terluas Kedua di Sumbar
Danau Maninjau memiliki kedalaman maksimum 165
meter dan luas 99,5 km persegi. Danau ini tercatat juga sebagai danau terluas
kesebelas di Indonesia.
Kelok 44
Untuk menuju Danau Maninjau dari arah
Bukittinggi, kita harus melewati jalan dengan 44 buah kelokan patah yang
disebut Kelok Ampek Puluh Ampek. Karena merupakan lereng perbukitan, sepanjang jalan kita akan disuguhi pemandangan yang indah berupa sawah terasering, pancuran-pancurang air hingga hijaunya pohon di Bukit Barisan.
Hukum Tanah Adat Minangkabau
Menurut suamiku, disebut tanah adat karena pengaturan tanah tersebut berdasarkan hukum adat. Dalam hukum adat Minangkabau, tanah pusaka tinggi ini merupakan milik bersama dari seluruh anggota kaum dan diperoleh secara turun temurun melalui anak perempuan yang disebut matrilineal (adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu). Karena merupakan milik bersama, jadi sangat sulit sekali kalau pun hendak diperjualbelikan.
Asal Usul Danau Maninjau Menurut Legenda
Menurut cerita populer yang berkembang di masyarakat Minang, Danau Maninjau berawal dari sebuah kampung yang subur di mana 9 orang anak laki-laki yang disebut bujang sambilan dan satu saudara perempuan mereka tinggal. Saudara laki-laki tertua mereka bernama Kukuban sedangkan adik bungsu perempuan bernama Siti Rasani, yang dipanggil Sani.
Karena sudah tidak memiliki orang tua, sepuluh bersaudara itu dirawat oleh paman mereka, Datuak Limbatang. Datuak Limbatang memiliki seorang anak laki-laki, seorang pendekar silat bernama Giran.
Datuak Limbatang berniat menjodohkan Giran dan Sani. Kebetulan dua sejoli ini pun saling menyukai. Namun Kukuban, kakak tertua Sani tidak setuju. Alasannya Giran merupakan pemuda yang sombong dan tidak tahu adat. Padahal sebetulnya Kukuban tidak suka Giran karena ia pernah dikalahkan oleh Giran di sebuah pertandingan silat.
Kukuban selalu menghalang-halangi pertemuan Sani dengan Giran. Namun pada suatu waktu, Sani berhasil bertemu dengan Giran di sebuah ladang. Karena berangkat dengan sembunyi-sembunyi dan penuh rasa takut, Sani memilih jalan yang tidak lazim. Ia lebih memilih jalan yang penuh semak belukar dibanding jalan yang lapang untuk menghindari bertemu dengan orang yang bisa melaporkan pada kakaknya.
Namun akibatnya banyak semak belukar yang melukai kaki hingga ke pahanya sehingga kulitnya berdarah-darah dan tembus ke kainnya.
Giran kaget melihat kain kekasihnya berdarah-darah. Sani pun menunjukan luka-luka yang terdapat di kaki dan pahanya.
via GIPHY
Pada saat itulah seorang warga kampung memergoki mereka dan menuduh pasangan tersebut sedang berbuat tidak senonoh. Orang itu melapor pada Kukuban dan kepala adat supaya ditindaklanjuti. Hasil dari sidang adat diputuskan jika Giran dan Sani dihukum buang ke kawah Gunung Sitinjau.
Karena merasa tidak bersalah, Giran bersumpah jika ia dan Sani tidak bersalah maka hukuman itu akan membuat bencana bagi penduduk sekampung dan saudara-saudara Sani atau bujang sambilan akan berubah jadi ikan.
Tidak berapa lama setelah pasangan kekasih itu lompat ke dalam panasnya lahar dari kawah gunung, gunung Sitinjau pun meletus sehingga terbentuklah Danau Maninjau dan bujang sambilan pun berubah menjadi ikan penghuni danau.
Kini Kukuban, Tanjung Sani dan Sigiran menjadi nama-nama tempat di sekitar Danau Maninjau. Juga nama 8 saudara-saudara Kukuban yang lain.
Wahh. Saya baru tahu legenda Danau Maninjau. hihih
BalasHapuspadahal saya orang sumbar asli lho.
Memang waktu SD gak ada di buku pelajaran ya, Mas? π
HapusGpp, jadinya kan Mas baca blog saya π
belum sempet ke sini saaat ke padang
BalasHapusCukup jauh sih ya dari Padang. Tapi capeknya terbalaskan kok Mba dengan keindahannya π
HapusSumatera Barat, aset wisata bagus juga, banyak tempat wisata yang menarik untuk dieksplor. Semoga secepatnya ke sana
BalasHapusIya, Mba. Saya juga pengen kesana lagi hehe...
Hapus