Minggu, 20 Januari 2019

Olah Raga Favorit Disambi Aktivitas Membangun Komunikasi Pasutri


Setidaknya sepekan sekali, saya dan suami mengupayakan untuk olah raga jalan kaki. Target yang mesti di tempuh sebetulnya 3 km tiap jalan. Namun kondisi kita yang belum terbiasa menjadikan target dipotong menjadi 2 km saja. Kalaupun dipaksakan malah jadi ada gangguan kesehatan.

Antara Sibling Goals dan Manajemen Konflik


Suatu kali pernah seorang emak terheran-heran melihat saya selow saja melihat dua anak saya bertengkar.

Saya bilang, “Nggak apa-apa, Mak. Sebelum bertengkar dengan orang lain.”

Mendengar jawaban saya, Si Emak makin terperanjat.

“Jangan sampai, dong!” ujarnya sewot.

“Nah justru karena ‘jangan sampai’, makanya anak saya mesti tahu dulu bagaimana rasanya bertengkar. Lebih baik bertengkar dengan saudara sendiri, urusannya lebih gampang. Nah, kalau sudah tahu tidak enaknya bertengkar, ke depannya dia akan berusaha menghindari pertengkaran. Lagi pula saya tidak mendiamkan kok, Mak. Saya pantau dan saya biarkan dulu sejauh tidak membahayakan. Saya tahu kapan harus menengahi dan kapan harus memberi nasihat,” jelas saya.

Si Emak itu diam entah mengerti atau tidak hehe...


via GIPHY

Saat ini, anak-anak yang saya ceritakan tadi sudah pada besar. Saya perhatikan sekarang, pada saat mereka berbeda pendapat, saya sering melihat setelah satu sama lain saling beradu argumentasi, akhirnya salah seorang dari mereka terdiam. Entah karena mengalah akibat faktor kedewasaan mereka. Atau memang argumentasinya kalah telak oleh saudaranya. 

Saya akui, soal berargumentasi, anak-anak saya tuh lebih jago dari saya. Kecepatan berpikir mereka sangat cepat. Namun jika argumentasi mereka memang salah, ibu tetap menang kok haha...

Bagi saya, proses bertengkar anak itu merupakan salah satu latihan kecerdasan sosial. Dengan bertengkar anak-anak belajar bahwa selain keinginan dirinya, ada juga keinginan orang lain. Kemudian belajar mempertahanan argumentasinya, belajar mengalah, belajar tenggang rasa, belajar gesture orang lain, dan masih banyak lagi.

Saya sebagai orang tua tinggal mengolah dan mengelola bahan-bahan ajar yang telah anak-anak dapatkan dari hasil “praktek” mereka atau saya sebut manajemen konflik

Stop Bicara Pada Saat yang Tepat


Satu hal yang saya pegang saat beradu argumentasi dan jika argumentasi saya menang adalah berhenti bicara. Tidak terus mengemukakan argumentasi yang lain apalagi sampai menjatuhkan harga diri orang yang salah. Ya buat apa menyudutkan orang lain jika sama-sama sudah tahu kalau argumentasi kita benar dan argumentasi dia salah.

Saya melihat itu pada diri anak-anak. Mereka berargumen dengan tetap menghargai saudaranya. Kecuali nih... kecuali ada yang ngeyel. Dan itu paling terjadi pada adik yang lebih muda, yang ego-nya sedang tumbuh-tumbuhnya. Ngeyelnya ke kakak-kakaknya. Itu membuat kakak-kakak yang selama ini menerapkan konsep saling menghargai jadi merasa berang. Dari situ biasanya keluarlah ungkapan pedas kakak hingga kontak fisik ringan.

Kalau yang sesama usia SMA ke atas sih tidak. Ya itu paling cekcok sedikit, setelah itu salah satu terdiam.

Kalau pun ada yang masih mengganjal, mereka lebih memilih ngadu diam-diam ke saya. Saya senang, fokus mereka pada penyelesaian masalah. Bukan pada menjatuhkan orang lain.

Ya dong, sama anak atau saudara sendiri. Masa sih menyakiti hatinya. Tujuan kita kan supaya dia tahu akan kesalahannya. Kalau bisa sadar dengan cara yang baik, kenapa tidak?

Tempat yang Tepat


Saya dan anak pernah beradu argumentasi lewat chat. Dan itu sama sekali bukan tempat yang baik untuk menyelesaikan masalah. Saya memilih stop chat. Saat bertemu muka, saya traktir dia ramen, barulah di situ kita ngobrol.

Anak-anak saya bilang, orang yang suka berantem di chat itu spammer. Dan mereka paling benci hal itu.

Sense of Humor


Sebetulnya saya jarang sekali melihat anak-anak yang sudah besar bertengkar dalam situasi tidak nyaman. Protes atau argumentasi yang mereka sampaikan malah membuat kita tertawa-tawa. Atau yang diprotes tidak terpancing emosi sedikitpun, santai abis. Dan itu malah membuat yang tadinya marah sudah memuncak jadi lebih melunak.

Contoh:


Uni: (protes) Aku gak suka kamu begini...begitu...

Kakak: 🎶 Apa salah dan dosaku sayaang... 🎶 (lagu Jaran Goyang, Nella Kharisma)


via GIPHY

Ibu: Aa, kenapa bawa-bawa guling?

Aa: Mau pukul Teteh. Mau qisos. Bismillah, Allahhu akbar! (sambil mukulin guling ke Teteh)


via GIPHY

Saya bersyukur hubungan di antara keenam anak saya boleh dibilang akur dan kompak. Kalau ada perpedaan-perbedaan sedikit itu kan wajar saja. Yang penting bagaimana mereka bisa mengelola konfliknya dengan tepat.

Jumat, 18 Januari 2019

Punya Ubi Jalar Kukus Sisa? Manfaatkan Jadi Kue Gandasturi


Mak, pernah gak masak ubi jalar kukus terus nyisa?

Kalau di saya sih sering. Kebetulan Pak Suami suka dan percaya sama manfaat ubi jalar untuk pencernaan. Masalahnya anak-anak kurang suka. Mungkin karena penampilannya ya. Tapi, kalau sudah saya olah ulang menjadi kue gandasturi itu sih dijamin amblas sampai akhir.



Saya cari resep kue gandasturi di google kebanyakan yang muncul kue gandasturi berbahan dasar kacang ijo. Tapi setelah saya search dengan kata kunci kue gandasturi ubi, ternyata ada juga yang bikin kue gandasturi ubi.

Kenangan Tentang Kue Gandasturi


Bagi saya kue gandasturi ubi menyimpan kenangan indah di masa kecil.

Ada tetangga di belakang rumah saya bernama Wa Oyoh. Sekarang beliau telah almarhum. Beliau jualan macam-macam kue bikinannya sendiri seperti pisang goreng, bala-bala, gandasturi dan lain-lain.

Setiap pagi sekali sebelum berangkat sekolah, saya selalu diminta nenek untuk beli kue ke rumah Wa Oyoh. Saya masuk ke dapur Wa Oyoh dan nampak Wa Oyoh sedang duduk di depan kompor dengan penggorengan besar. Wa Oyoh belum selesai masak.

Saya disuruh Wa Oyoh duduk di jojodog (bangku kecil dari kayu). Sementara itu saya dipersilakan makan salah satu kue yang ada di situ dan GRATIS. Itulah yang menyenangkan bagi saya. Karena nanti nenek akan memberi saya satu kue juga sebagai upah saya sudah membelikannya kue. Jadi pagi itu, saya bakal dapat dua potong kue gratis. Masih hangat pula, langsung dari penggorengan.


via GIPHY

Saya tidak pernah bertanya pada Wa Oyoh apa resep kue gandasturi-nya. Waktu itu tidak pernah terpikir. Sekarang bikin kue gandasturi pun ya dikira-kira saja bahannya. Namun tetap saja di rumah laku keras hehe...

Bahan Resep Kue Gandasturi :

  • Ubi jalar kukus, kupas cangkangnya.
  • Gula merah disisir halus (di sini saya menggunakan gula aren semut biar mudah).
  • Tepung untuk pisang goreng.

Cara membuat Kue Gandasturi :


  • Haluskan ubi jalar kukus dengan sendok atau jumbo choper.
  • Masukan gula semut, aduk merata. 

  • Bentuk adonan ubi jalar, sisihkan.
  • Buat adonan tepung pisang goreng dengan air bersih.
  • Celupkan adonan ubi jalar yang sudah dibentuk ke adonan tepung. 
  • Panaskan minyak goreng. Goreng dengan api sedang. 
  • Balikkan jika sudah menguning dan angkat saat warna kuningnya telah merata. 
  • Kue Gandasturi siap disajikan dengan teh.
Oya, yang saya bikin kue gandasturi di atas ubi yang warna kuning. Sedangkan untuk ubi ungu bisa dimanfaatkan menjadi penganan lain yaitu Puding Ubi Ungu, resepnya di sini.

Manfaat Ubi Jalar


Seperti sudah saya bilang di atas kalau penampilan ubi jalar kukus itu memang kurang menarik di mata anak-anak. Namun jika melihat manfaatnya, kita memang mesti mengupayakan supaya anak-anak mau memakannya.

Salah satu contoh manfaatnya adalah ubi jalar mengandung antioksidan. Semakin pekat warna ubi jalar maka kandungan antioksidannya pun semakin tinggi.

Kandungan Gizi Ubi Jalar


Selain kaya dengan betakaroten, ubi jalar juga mengandung nutrisi lain seperti vitamin C, B kompleks, kalium, kalsium, zat besi, fosfor, magnesium dan seng.

Selasa, 15 Januari 2019

Mengenalkan Kisah dalam Al Quran Kepada Anak dengan Cara Menyenangkan


Mak, pernah gak sih ngerasa kesel lihat anak lebih suka pegang gadget dibanding Al Quran? Kalau pernah, berarti sama. Saya mikir, kok anak lebih mencintai gadget sih dibanding Al Quran? 

Oh... ya pantas saja karena tampilan game di gadget tentu lebih menarik panca indera anak-anak dibanding mushaf Al Quran. Syukurnya sih, sekarang sudah banyak diproduksi Al Quran dengan cover yang menarik bagi anak-anak. 

Nah, mengenalkan Al Qur'an juga bisa melalui kisah dalam Al Quran lho. Siapa sih yang gak suka cerita? Anak-anak pasti suka. Tinggal bagaimana penulis menyajikannya.